Masa Pengasingan Soekarno di Ende: Periode Renungan dan Lahirnya Gagasan Besar
Masa pengasingan Soekarno di Ende (1934-1938) adalah salah satu fase penting dalam perjalanan hidup Bung Karno, sang proklamator dan pemimpin bangsa Indonesia. Meskipun berada dalam tekanan pengawasan ketat kolonial Belanda, periode ini menjadi titik balik yang mematangkan pemikiran politik, keagamaan, dan kebangsaan Soekarno. Di kota kecil di Pulau Flores ini, Soekarno menemukan ruang untuk merenung. berdialog dengan masyarakat setempat, dan merumuskan gagasan besar tentang kebangsaan yang kelak menjadi dasar negara Indonesia.
Pada Tahun 1933, Belanda memutuskan untuk menangkap Soekarno setelah ia terus menyerukan kemerdekaan Indonesia melalui tulisan-tulisannya, seperti pidato legendaris Indonesia Menggugat. Pemerintah kolonial menganggap Soekarno sebagai ancaman utama terhadap stabilitas kekuasaannya di Hindia Belanda. Untuk meredam aktivitas politiknya, Soekarno diasingkan di Ende, sebuah kota terpencil di pesisir selatan Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, pada 14 Januari 1934. Bersama istrinya, Inggit Garnasih, anak angkatnya Ratna Djuami, dan mertuanya, Ibu Amsi, Soekarno harus meninggalkan kehidupan aktifnya di Jawa dan menghadapi keterasingan di lingkungan yang serba asing. Selama masa pengasingan, Soekarno menjalani kehidupan yang sederhana, Ia tinggal di sebuah rumah kecil di Kampung Ambugaga, yang saat itu berada d bawah pengawasan ketat intelijen Belanda. Dalam keterbatasan ini, Soekarno mengisi waktu dengan berbagai aktivitas produktif, seperti membaca, menulis, dan berdialog dengan masyarakat setempat. Kehidupan Soekarno di Ende mencerminkan kemampuan adaptasinya yang luar biasa. Ia memanfaatkan waktu untuk memperluas wawasan intelektualnya, mendalami pemikiran agama dan filsafat, serta mempelajari budaya mesyarakat Ende. Ia sering membaca karya tokoh besar dunia seperti Karl Marx, Mahatma Gandhi, dan Hegel, yang memperkaya perspektifnya tentang perjuangan kemerdekaan.
Salah satu tempat yang menjadi saksi utama refleksi Soekarno adalah sebuah pohon sukun yang berdiri di depan rumahnya. Pohon ini kemudia dikenal sebagai "Pohon Pancasila". Di bawah pohon tersebut, Soekarno sering duduk merenung. Ia memikirkan bagaimana menyatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya. Menurut berbagai catatan, gagasan-gagasan dasar negara, seperti persatuan dan kebangsaan, mulai tumbuh dari refleksinya selama masa pengasingan ini. Pohon ini kemudian menejadi simbol penting bagi masyarakat Ende dan sejarah Indonesia, karena diyakini bahwa ide awal Pancasila lahir dari perenungan Soekarno di tempat ini.
Meskipun berada dalam pengasingan, Soekarno tidak berdiam diri. Ia menjalin hubungan erat dengan masyarakat Ende dan menggunakan pendekatan budaya untuk menyampaikan gagasan-gagasannya. Salah datu caranya adalah dengan menulis dan mementaskan drama. Beberapa drama yang ditulis Soekarno selama di Ende, seperti Dokter Satan dan Rendorua Ola Nggera (Korupsi Menghancurkan Negeri), memuat pesan-pesan perjuangan melawan ketidakadilan. Drama-drama ini dipentaskan bersama masyarakat lokal dan menjadi sarana bagi Soekarno untuk menginspirasi mereka tanpa mencurigakan pemerintah kolonial. Selain itu, Soekarno juga sering berdiskusi dengan tokoh-tokoh agama, termasuk para pastor Katolik yang berpengaruh di Ende. Dari diskusi ini, Soekarno mendapatkan wawasan baru tentang pluralitas agama dan pentingnya toleransi dalam membangun bangsa yang beragam.
Pengalaman Soekarno di Ende turut memperkaya pemikirannya tentang kebudayaan Indonesia. Ia mengamati dengan saksama adat-istiadat dan tradisi masyarakat Ende yang berbeda dari budaya Jawa yang ia kenal. Kebudayaan Ende, yang mencakup tarian, musik, dan nilai-nilai kekeluargaan yang kuat, memberikan inspirasi kepada Soekarno tentang pentingnya keberagaman dalam membangun identitas nasional. Pengalaman ini memperkuat visinya tentang "Bhineka Tunggal Ika" sebagai semboyan negara Indonesia.
Setelah empat tahun berada di Ende, pada tahun 1938, Soekarno dipindhkan oleh pemerintah kolonial Belanda ke Bengkulu. Pemindahan ini menandai akhir dari masa pengasingannya di Ende, tetapi jejak pemikiran yang ia tinggalkan di kota tersebut tetap abadi. Bagi Soekarno, masa pengasingan di Ende adalah waktu untuk mematangkan gagasan dan strategi perjuangan. Pengalaman ini tidak hanya membentuk kepribadian Soekarno, tetapi juga memberikan landasan bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia di tahun-tahun berikutnya.
Sumber Referensi
- Kompas.com, Soekarno di Ende: Masa Pengasingan yang Melahirkan Gagasan Besar.
- Situs Resmi Kabupaten Ende, Jejak Soekarno di Ende.
- Wikipedia, Pengasingan Soekarno di Ende
- Idrus, Mohammad. Soekarno: Biografi Politik, Gramedia, 1997.
- Liputan6.com, Mengenang Soekarno di Kota Ende
- Museum Bung Karno Ende, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.